Saturday, October 6, 2012

lembaran payah

kutelusuri ruang dan objek asing
dan kuhadapi harinya dengan kebisuan
aku tak berani menatap, lebih tepatnya belum
yang kulakukan hanya mendengar
dan kucatat debagai lembar tipis

hey! aku sandy, salam kenal
tak pernah kubesit kata itu awalnya
hanya butuh menunggu dan diketahui
bahwa aku ada
hampir malas kucatat itu

belum, belum saatnya
perspektif kali ini berbeda
aku lebih berani
namun sebatas menatap langsung
mungkin diselingin sepatah dua patah kata tak jadi masalah
setidaknya masih bisa dicatat sebagai lembar penting

mengapa mereka begitu berisik?
mengapa mereka mengusik konsentrasi imajinasiku?
mengapa kubu kalian begitu mencolok?
boleh aku tidak suka kalian?
sebaiknya kusisakan satu lembar saja
akan kucorengkan dengan satu kata
tidak menjenuhkan

lembaran ini begitu sunyi
aku butuh beberapa goresan yang berani
tapi apa?

aku tersentak ketika mereka memecahkan lamunanku
membukanya tanpa basa basi, berbincang
mungkin ini sudah saatnya
akan kucatat sebagai awal yang cerah

tidak buruk, bahkan melebihi hipotesis
akan kucoba posisikan diriku sebagai bumbu penyedap
enakkah itu?
mungkin memang itu yang dibutuhkan
untuk meraih hidangan yang nikmat dirasa
kali ini aku mencatat lembaran itu dengan senyuman

mereka sangat terbuka untuk diriku
begitu pula aku
namun dengan batas tak lebih dari lingkup komitmenku
maaf aku tidak bisa bercerita mengenai apa maksudnya
setidaknya hanya cukup untuk catatan kaki

sedikit demi sedikit bahan untuk disajikan mulai bervariasi
kami tuangkan segala apa yang kami miliki
seven, eight, nine, END!
dan hasilnya pun tidak ada yang sia sia
meski gosong, hidangan tersebut tetap terasa sedap
karna kami menghargai setiap prosesnya
aku senang lembaran ini menebal

satu per satu usia kami tak tinggal diam
beranjak dengan indahnya
bersama mentari yang tak kenal lelah menyinari bumi
hiburan meniup lilin dan sedikit kejutan
diiringi pemberian yang terbaik meski harus menguras tenaga
semuanya diperuntukkan untuk satu
hutang cinta, kasih, dan sayang
aku tertawa kecil melihat lembaran ini
lebar sekali senyumku menulis berhalaman halaman

aku ingat banyak tempat yang kami kunjungi
terutama tembok biru itu
dengan pakaian dalam yang tengah sembarang digantung
kami tetap gunakan sebagai tempat mencari ilmu
tertawa, bercengkerama, dan berkisah
akan kuingat selalu ruang dengan atap kamar mandi terbuka itu
aku benci menunggu lembaran ini dijemur untuk sementara
akan kupaksa peristiwa ini supaya mengkristal

pada akhirnya suatu kejadian mendesakku
mendesak untuk melepaskan kamar itu untuk menuntut ilmu yang lebih
Tuhan mengabulkan permintaanku
di satu sisi aku senang namun juga sebaliknya
aku tak memberanikan diri untuk berkisah kepada mereka
dan kuputuskan untuk menutupinya dengan rapat
cuaca mulai berawan dan angin ini sungguh mengkhawatirkanku

aku tidak bisa seperti ini terus
karna pada akhirnya segala sesuatu pasti akan terjawab

hening
kali ini hening
ketika seseorang yang tengah mengetahui sebelumnya
memulai untuk membuka pembicaraan tersebut
sejenak kupandangi satu demi satu wajah mereka
kudapati air muka penuh kekecewaan terpancar dari mereka
tetes demi tetes membuat genangan hingga membanjiri meja makan kami
pemandangan yang tak ingin kulihat ini sangat mencambukku
kenapa ini yang kuterima?
tidakkah mereka semestinya senang untuk awal keberhasilanku?
namun bukan itu yang mereka ratapi
mereka tak ingin berpisah jarak dengan rekannya
begitu pula aku yang terus menahan air ini agar tidak ikut jatuh
hujanpun akhirnya memaksa lembaran yang tadi kujemur bertebaran ke segala arah

di dalam benak
kuberlari dan kupunguti satu demi satu lembaran meski sangat basah
tanpa sisa
aku tak mau ada yang hilang dari keseluruhan
akan kusatukan lembaran lembaran payah ini
menjadi suatu titik bifurkasi
yang sewaktu waktu akan kunostalgiakan
sebagai lembaran payah untuk diusangkan

No comments:

Post a Comment